HADITS KETIGAPULUH DUA
عَنْ
أَبِي سَعِيْدٍ سعْدُ بْنِ سِنَانِ الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلَّمَ قَالَ : لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
[حَدِيْثٌ
حَسَنٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه وَالدَّارُقُطْنِي وَغَيْرُهُمَا مُسْنَداً،
وَرَوَاهُ مَالِك فِي الْمُوَطَّأ مُرْسَلاً عَنْ عَمْرو بْنِ يَحْيَى عَنْ
أَبِيْهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْقَطَ
أَبَا سَعِيْدٍ وَلَهُ طُرُقٌ يُقَوِّي بَعْضُهَا بَعْضاً]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari
Abu Sa’id, Sa’ad bin Sinan Al Khudri radhiallahuanhu, sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Tidak boleh melakukan
perbuatan (mudharat) yang mencelakakan diri sendiri dan orang lain“
(Hadits
hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Daruqutni serta selainnya dengan
sanad yang bersambung, juga diriwayatkan oleh Imam Malik dalam
Muwattho’ secara mursal dari Amr bin Yahya dari bapaknya dari Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam, dia tidak menyebutkan Abu Sa’id. Akan
tetapi dia memiliki jalan-jalan yang menguatkan sebagiannya atas
sebagian yang lain).
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث:
1. Larangan melakukan sesuatau yang berbahaya.
2.
termasuk sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang berbahaya seperti
rokok, mengendarai kendaraan dengan ceroboh.
Penjelasan:
Ketahuilah, bahwa orang yang merugikan saudaranya dikatakan telah menzhaliminya. Sedangkan berbuat zhalim adalah haram, sebagaimana telah dijelaskan pada Hadits Abu Dzar :
“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan diriku berbuat zhalim dan menjadikannya haram juga diantara kamu, maka janganlah kamu berbuat zhalim”
Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
“Sesungguhnya darah kamu, harta kamu dan kehormatan kamu adalah haram bagi kamu”adapun sabda beliau : “Janganlah engkau saling membahayakan dan saling merugikan” sebagian ulama mengatakan “Dua kata tersebut sebenarnya semakna dan kebanyakan dari mereka menyatakan bahwa penggunaan dua kata tersebut berarti penegasan”.
Al Mahasini berkata : “Bahwa yang dimaksud dengan merugikan adalah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, tetapi menyebabkan orang lain mendapatkan mudharat”. Ini adalah pendapat yang benar.
Sebagian ulama berkata : “Yang dimaksud dengan kamu membahayakan yaitu engkau merugikan orang yang tidak merugikan kamu. Sedangkan yang dimaksud saling merugikan yaitu engkau membalas orang yang merugikan kamu dengan hal yang tidak setara dan tidak untuk membela kebenaran”.
Hadits ini sama dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam : “Tunaikanlah amanat kepada orang yang memberi amanat kepadamu, dan janganlah kamu berkhianat kepada orang yang berkhianat kepadamu”.
Menurut sebagian ulama, Hadits ini maksudnya adalah janganlah kamu berkhianat kepada orang yang mengkhianati kamu setelah kamu mendapat kemenangan atas pengkhianatannya. Seolah-olah larangan ini berlaku terhadap orang yang memulai, sedangkan bagi orang yang melakukan pembalasan yang setimpal dan menuntut haknya tidak dikatakan berkhianat. Yang dikatakan berkhianat hanyalah orang yang mengambil sesuatu yang bukan haknya atau mengambil lebih dari haknya.
Para ahli fiqih berselisih paham tentang orang yang mengingkari hak orang lain, kemudian fihak yang diingkari mengambil harta yang diamanatkan pengingkar kepadanya atau hal lain yang serupa. Sebagian ahli fiqih berkata : “Orang semacam itu tidak berhak mengambil haknya dari orang tersebut, karena zhahir sabda Nab Shallallahu 'alaihi wa Sallam “tunaikanlah amanat dan janganlah engkau berkhianat kepada orang yang mengkhianatimu”. Yang lain berpendapat: “Dia boleh mengambil haknya dan berhak mendapatkan pertolongan dalam rangka mengambilnya dari orang yang menguasainya”. Mereka berdalil dengan Hadits ‘Aisyah dalam kasus Hindun dengan suaminya, Abu Sufyan. Para ahli fiqih dalam masalah ini mempunyai berbagai pendapat dan alasan yang tidak tepat untuk dibicarakan di sini. Akan tetapi, pendapat yang benar ialah seseorang tidak boleh membahayakan saudaranya baik hal itu merugikan atau tidak, namun dia berhak untuk diberi pembelaan dan pelakunya diberi hukuman sesuai dengan ketentuan hukum. Hal itu tidak dikatakan zhalim atau membahayakan selama sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan oleh Sunnah.
Syaikh Abu ‘Amr bin Shalah berkata : “ Daraquthni menyebutkan sanad Hadits ini dari beberapa jalan yang secara keseluruhan menjadikan hadits ini kuat dan hasan. Sejumlah besar ulama menukil Hadits ini dan menjadikannya sebagai hujah. Dari Abu Dawud, ia berkata : “Fiqih itu berkisar pada lima Hadits dan ia menyebut Hadits ini adalah salah satu di antaranya”. Syaikh Abu ‘Amr berkata : “Hadits diriwayatkan Abu Dawud ini termasuk dalam lima Hadits itu”. Ucapannya ini mengisyaratkan bahwa menurut pendapatnya Hadits ini tidak dha’if.
0 komentar:
Posting Komentar