Dibawah
pohon yang rindang,semilir angin menyapa setiap orang yang berada di halaman
sekolah SMAN TUNAS BANGSA. Seorang gadis duduk termenung dengan memeluk sebuah
buku diary. Tatapanya kosong,tiba-tiba,
“Cha,
melamun saja sich?”
Teriak
Sinta yang berwajah imut dan manis itu,seolah ia senang membuat teman dekatnya
itu menjadi kaget.
“Eh
kamu Sin,bkin kaget saja.”
“Kamu
sich Cha, melamun terus kerjaannya. Mikirin apa?”
“Ryan
Sin,gimana kabarnya ya? Dah lama nggak pernah ketemu sejak kelas 2 SD.”
“Menurutku
dia baik-baik saja. Kamu nggak bisa melupakan dia?”
“Begitulah
Sin. Kemanapun aku melangkahkan kaki,dia selalu hadir dalam bayanganku.”
“Meskipun
kamu sadar Cha,Ryan sama sekali nggak pernah tahu perasaan kamu ke dia itu
kayak gimana?”
“Iya
Sin,aku sadar akan hal itu.”
TEEEET….
Bel
masuk kelas membuat percakapan mereka berhenti.
“Dah
masuk nich Cha,lanjutin nanti aja yuk!”
“OK
Sin.”
****
Esok
harinya, Ocha berjalan menuju kelasnya. Sepertinya ada yang berbeda hari ini,kenapa
sepagi ini, wajah teman-teman Nampak semangat sekali, nggakseperti biasanya?
Gumam Ocha.
“Hai
Cha?” sapa Nicko.
“Hai
Nick. Sepertinya ada yang berbeda sama teman-teman, kenapa?”
“Dengar-dengar,
kelas kita akan kedatangan murid baru Cha,makanya semua pada semangat kayak
gini deh.”
“Begitu
ya? Ya sudah, aku masuk kelas dulu ya Nick?”
“Iya
Cha.”
Pelajaran
pertama segera dimulai. Murid XIIA3 sangat penasaran dengan sesosok yang
berjalan menuju kelas mereka. Dari langkah kakinya, mereka tahu, sosok itu kian
mendekat.
“Anak-anak,kalian
akan mendapat seorang teman baru. Bapak harap,s etelah ini, kalian semua bisa
menganggapnya sebagai bagian dari kelas kalian.”
“Iya
pak…” jawab anak-anak serempak.
Terdengar
ketukan pintu dari luar. Mulai muncul kasak-kusuk dari mulut anak-anak.semuanya
membicarakan seperti apakah teman baru mereka itu. Berbeda dengan Ocha, ia
terlihat biasa-biasa saja. Pak Burhan segera membukakan pintu, sesosok yang
menyita perhatian Ocha itu tersenyum manis untuk orang-orang yang akan menjadi
temannya.
Ryan…
ucap Ocha lirih,hampir tidak terdengar suaranya.
“Teman-teman,
nama saya Ryan Nugraha, pindahan dari IMKA/YMCA SURABAYA. Semoga kita bisa
berteman dengan baik.”
“Baik
nak Ryan, silakan duduk di bangku kosong paling belakang.”
Ocha
bingung,bukankah bangku kosong paling belakang hanya ada satu,dan itu artinya,
Ryan akan duduk disebelahnya? Ryan berjalan menuju meja Ocha, dia tersenyum
manis, namun kali ini, senyum itu hanyalah untuk Ocha.
“Hai
Cha?” Sapa Ryan.
“Hai
juga Ryan.”
“Dah
lama ya enggak pernah ketemu ? gimana kabar kamu ?”
“Iya.
seperti yang kamu lihat Yan, aku baik-baik aja. kamu sendiri gimana ?”
“aku
juga baik cha.” Jawab Ryan dengan pandangan yang sulit untuk dimengerti.
Anak-anak
XIIA3 segera mengeluarkan buku pelajaran masing-masing karena Pak Burhan segera
memulai pelajaran Bahasa Indonesia. Sejak saat itu, Ocha menjadi dekat lagi
dengan Ryan, mereka sering ke kantin ataupun pergi ke perpustakaan bersama.
***
“Cha,
daripada kita di kelas enggak ngapa-ngapain, mendingan kita ke perpustakaan aja
yuk!” ajak Sinta
“Gimana
ya??”
“Ayo
dong Cha, please……”
“Iya
deh yuk.”
“Ehm,kayaknya
ada yang di lupain nih?” Protes Ryan
Ocha
dan Sinta tersenyum getir
“Kamu
mau ikut juga Yan? Tanya Ocha.
“Y
kalau kalian nggak merasa keberatan…”
“Tentu
nggak dong Yan…”
Mereka
bertiga berjalan menuju perpustakaan. Setelah sampai,mereka mencari buku yang
akan mereka baca masing-masing. Ocha duduk di sebuah bangku dengan buku yang
akan dibacanya. Sinta dan Ryan menghampiri Ocha. Dengan sebuah rencana di kepala
Sinta, ia pamit untuk ke kantin lebih dulu. Kini, di perpustakaan tinggal
mereka berdua dan seorang penjaga perpustakaan.
Ryan, andai saja kamu tahu,aku mencintaimu sejak dulu,
bahkan sampai sekarang. Apa kamu nggak sadar sama sekali kalau aku jatuh hati
padamu. Aku selalu ingin di dekatmu, bahkan aku tak rela sedetik pun pisah
denganmu, Ryan. Aku selalu menunggu kehadiranmu kembali, kini saatnya aku jujur
padamu, tentang apa yang kurasakan selama ini. Tapi, aku takut Yan, bagaimana
setelah aku kasih tahu semua ini, apakah kamu akan menjauhiku?
Seribu
pertanyaan berkecamuk di hati Ocha. Namun Ocha menutupi kegundahan hatinya itu
di depan Ryan.
***
Sepulang
sekolah, Ocha langsung menuju kamarnya dan segera meraih HP dari dalam tasnya.
Sebuah pesan dari Sinta muncul di layar HPnya
Cha,gawat!!
Kayaknya kamu punya saingan buat mendapatkan hati Ryan. Vina anak Sastra A1
juga naksir Ryan. Sekarang dia sedang PDKT dengan Ryan. Dengar-dengar Ryan juga
suka sama Vina.
Ocha
meraih tasnya yang baru saja diletakkannya di atas meja. Ia bermaksud untuk
mendengarkan informasi langsung dari Sinta. Ia tahu, Sinta masih sibuk
menyelesaikan tugas laporan praktikum di kelas. Bagaimana pun juga, ia tidak
mau kehilangan Ryan untuk kedua kalinya. Jika kemarin ia harus berpisah
dengannya karena Ryan harus pindah ke Bandung, maka sekarang Ocha tidak mau hal
itu terulang lagi.
Dengan
diantar sopir pribadinya, Ocha tiba di sekolah. Tanpa membuang waktu,ia segera
turun dari mobil dan berlari menuju kelasnya. Karena sangat tergesa-gesa,
kakinya terantuk batu, dengan meringis kesakitan, ia berniat mengobati lukanya
di UKS, Namun,baru tiba dipintu masuk UKS,ia tercengang dengan apa yang
dilihatnya. Sesosok orang yang sangat dikenalnya, bahkan yang selama ini telah
mengisi kekosongan dalam hatinya, kini sedang berpelukan mesra dengan seorang
gadis, yang tidak lain adalah Vina, anak Sastra A1.
Perasaan
Ocha sangat hancur, hatinya sakit dan dadanya terasa sesak, ia berlari tanpa
peduli dengan luka di kakinya, karena luka di hatinya tidak sebanding dengan
hatinya saat ini. Air matanya terus berjatuhan di sepanjang koridor kelas.
Ia
berhenti di taman sekolah dan bersandar pada sebuah pohon. Ia menumpahkan semua
kesedihannya bersama benda-benda yang ada di sekitar taman.
Sin,
ternyata benar, aku telah melihat semuanya secara langsung. Ryan, aku tidak
sanggup melihatmu menjadi milik orang lain. Kamu tahu Yan, apa yang aku rasakan
saat ini?… Kini aku tak sanggup untuk bertemu denganmu.
Ocha
terduduk lemas, air matanya terus mengalir di pipinya. Lidahnya kelu, tak mampu
bicara sedikit pun. Langit mendung, petir menggelegar. Dalam sekejap, hujan
turun dengan lebatnya, namun Ocha masih terpaku dalam duduknya. Sesak nafasnya
kambuh, tiba-tiba ia tak sadarkan diri.
***
Di
depan ruang UGD, keluarga Ocha sangat khawatir akan keadaan Ocha. Ryan serta
temannya juga ada di antara keluarga itu. Dokter keluar dari ruang UGD. Orang
tua Ocha segera menanyakan keadaan anaknya.
“Dok,
bagaimana keadaan anak saya? Dia baik-baik saja kan Dok?.” Tanya ibu Ocha.
“Tenang
Pak, Bu. Ocha baik-baik saja. Dia hanya kebanyakan pikiran dan kurang
istirahat. Dia sudah bisa di jenguk saat ini.”
“Baik
Dok, terima kasih.”
Mata
Ocha sedikit demi sedikit mulai terbuka. Dilihatnya Ryan di antara orang tua
dan teman-temannya. Ocha memandang Ryan dengan sangat tajam dan menitikkan air
mata. Orang tua dan teman-teman Ocha paham akan hal itu. Mereka segera
meninggalkan Ryan dan Ocha di dalam.
“Cha,apakah
kamu tak ingin mendengarkan penjelasanku dulu? Kenapa kamu lari begitu saja?”
“Cukup
Yan, aku nggak mau tahu apa yang kamu lakukan bersama gadis itu. Itu bukan
urusanku. Lebih baik, sekarang kamu pulang saja!”
“Nggak
Cha, aku harus menjelaskan ke kamu tentang salah paham ini. Di UKS kemarin, aku
memeluk Vina. Tapi apa kamu juga tahu? Aku hanya membantu memerankan salah satu
temannya yang kebetulan sedang sakit. Padahal hari itu adalah hari terakhir
kelompok mereka untuk memberikan rekaman latihan drama.”
“Lalu
untuk apa kamu menjelaskan semuanya padaku? aku nggak peduli, apa kamu hanya
membantunya memerankan seorang tokoh di UKS, atau pun di sini.”
Tak
terasa, air mata Ocha menetes di pipi, ia segera menepis dengan tangannya. Ryan
duduk di samping tempat Ocha terbaring lemas, ia menatap Ocha dalam-dalam. Mata
Ocha masih sembab, mungkin karena menangis terlalu lama. Ryan menggenggam
tangan Ocha.
“Cha,
kenapa kamu nggak mengatakan yang sebenarnya, bahwa selama ini kamu
mencintaiku? Sinta sudah menceritakan semuanya, makanya aku ingin menjelaskan
apa yang kamu lihat kemarin. Aku takutnya kamu jadi salah paham, dan akhirnya
benar kan?.”
“Ryan…”
“Dengarkan
aku dulu Cha. Selama ini, sebenarnya aku juga mencintaimu. Tapi aku mencari
waktu yang tepat untuk mengatakannya. Aku rasa ini adalah waktu yang sangat
tepat. Maafkan aku telah membuatmu menunggu terlalu lama. Aku tahu, kamu selalu
menunggu kata ini keluar dari mulutku.” Sela Ryan
“Aku
sayang kamu Ryan. Aku rela menunggu terlalu lama, asal kamu bisa membalas
cintaku.”
“Tentu
sayang, kini aku telah mengakhiri penantian panjangmu.”
Ryan
mencium kening Ocha dan membelai rambutnya dengan penuh kasih. Senyum Ocha
mengembang, ia bangkit perlahan dan segera memeluk Ryan. Di ruang UGD itu, Ocha
melepaskan penantian cintanya untuk Ryan.
===================================================================
0 komentar:
Posting Komentar