Mama,
mengapa Mama lupa menjemputku? Cici jadi harus pulang sendiri,” kata Cici
sambil melempar tas ke atas sofa.
Ia
membuka sepatu, lalu melemparkan ke teras. Kaus kakinya pun diletakkan
sembarangan. Cici kesal.
Mama
tadi pagi berjanji akan menjemput Cici di sekolah. Biasanya, Mama akan datang
bersama Boni, adiknya yang masih bayi. Lalu mereka akan berjalan pulang ke
rumah bersama-sama.
Bagi
Cici, itu adalah saat yang paling disukainya karena bisa bercerita panjang
lebar tentang kegiatannya di sekolah.
TETAPI
HARI ini, Mama ingkar janji. ”Mama minta maaf, sayang. Mama tidak lupa, tetapi
tiba-tiba adikmu demam dan Mama tidak berani membawanya keluar.
Mama
sudah menelepon Bu Tari dan menitip pesan supaya kamu pulang bersama
teman-temanmu. Tetapi, ternyata teman-temanmu sudah pulang semua. Mama
menyesal, Mama minta maaf,” jelas Mama sambil mengelus kepala Cici.
Tiba-tiba
terdengar tangisan Boni dari dalam kamar. Mama segera meninggalkan Cici yang
masih kesal.
”HU-UHHH!
Selalu saja Boni yang diperhatikan. Aku tidak,” gerutu Cici sambil membawa
kotak makan. Cici pergi ke halaman belakang.
Tempat
itu seperti taman bunga karena Mama menyukai bunga. Ada macam-macam bunga yang
ditanam Mama, seperti anggrek, mawar, melati, kana, bunga lili, dan masih
banyak lagi.
Cici
duduk di atas rumput sambil memakan sisa kue dari kotak makannya.
TIBA-TIBA…,
”Hai!”
Suara itu mengejutkan Cici.
”Siapa
itu?” tanya Cici.
”Ini
aku. Ssst… di bawah sini,” kata suara itu.
Cici
menundukkan kepalanya. Itu Peri Hijau, temannya yang hidup di antara
bunga-bunga peliharaan Mama.
”Mengapa
kau kelihatan kesal?” tanya Peri Hijau.
”Aku
sedih dan kesal. Mama lebih memerhatikan adik daripada aku,” kata Cici sedih.
”Tetapi,
sepertinya adikmu sedang sakit. Pasti Mamamu khawatir,” kata Peri Hijau.
”Mama
lebih mengkhawatirkan Boni daripada aku,” kata Cici.
”Ia
memang sedang khawatir, tetapi Mama tetap sayang padamu,” kata Peri Hijau.
”Lagi
pula kamu, kan sudah besar. Sekolah tidak jauh dari rumahmu. Kamu bisa jalan pulang
bersama teman-teman. Kamu bisa cerita kepada Mama setibanya di rumah. Cobalah,
mungkin lebih menyenangkan,” Peri Hijau memberi saran.
Cici
cuma merengut.
”Begini
saja, coba kamu ambil dua buku, lalu kembali lagi ke sini,” kata Peri Hijau.
CICI
MASUK ke dalam rumah dan kembali dengan dua buku. ”Untuk apa buku ini?” tanya
Cici.
”Buku
yang pertama adalah buku sedihmu. Di dalamnya kamu tulis semua kesedihanmu,
sedangkan buku yang kedua adalah buku gembira. Di sana kamu tulis semua
kegembiraanmu,” jelas Peri Hijau.
Cici
jadi sedikit bersemangat. Di buku sedih ia menulis, ”Mama tidak menepati janji.
Mama lebih menyayangi Boni.”
Peri
Hijau memerhatikan tulisan Cici. ”Bagus. Sekarang buku yang kedua.”
Cici
berpikir-pikir, sehari ini apa saja hal yang membuatnya gembira.
”Hari
ini aku diantar Papa, senang sekali. Tugas menggambarku dapat nilai delapan.
Tugas berhitung dapat nilai 10. Sewaktu istirahat, aku bermain ayunan dengan
Tita. Hari ini aku dapat teman baru, Sasi namanya. Ia pandai bercerita.”
”Banyak
juga, ya,” kata Cici senang.
PERI
HIJAU gembira melihat Cici mulai bisa tersenyum lagi.
”Lihatlah.
Kesedihanmu cuma ada dua, tetapi kegembiraanmu ada lima hari ini,” kata Peri
Hijau.
”Iya,”
kata Cici tersenyum. ”Aku ingat Tita dan Sasi. Mereka teman-teman yang baik.”
”Itulah
gunanya buku-buku ini. Bila kau sedih, bukalah buku gembiramu, dan kau akan
melupakan kesedihanmu.”
”Terima
kasih Peri Hijau. Kau baik,” kata Cici. ”Aku mau menemui Mama. Aku ingin
menceritakan kegembiraanku hari ini,” kata Cici sambil beranjak dari duduknya.
Ditinggalkannya
Peri Hijau yang tersenyum melihat Cici.
0 komentar:
Posting Komentar