"Selamat pagi... Denty"
sapa lembut seorang suster perawat yang berpapasan dengan ku pada pagi itu.di
rumah sakit tempat aku menjadi menjalankan kehidupan siangku sebagai Assisten
Dokter, sabagai syarat agar aku menjadi seorang dokter, ini adalah keingin ibu
yang menginkan aku menjadi dokter. "Ibu mau kamu menjadi dokter, biar bisa
menyembuhkan orang, biar ada orang yang mau mengabdi kepada orang yang susah,
ibu tidak mau kamu jadi dokter yang matralistis." ketika aku bingung
memutuskan jurusan kuliah yang akan aku geluti kala itu.
Ya ibu sangat traumatik ketika ibu
membawa Alm ayahku yang telah meninggal ketika terjadi kecelakaan, dan ibu
mendesak aku untuk menjadi seorang dokter yang bisa diandalkan. Ibu begitu
bangganya menyambut kehadiran ku, tak henti-hentinya mereka mengucap syukur.
Aku di besarkan di pangkuan seorang ibu yang membuat ku bangga hadir di dunia
ini yang menemani ku menghadapi kerasnya hidup. aku di besarkan di sebuah desa
di perkebunan teh jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota. yang masih dengan
bebasnya menghirup udara segar di pagi hari jauh dari polusi.
Mungkin kehidupan siangku berisi
dengan penuh Pengabdian kepada masyrakat, tapi aku menyukai untuk dunia yang
gemerlap kala malam har,Pergi kediskotik adalah sebuah menu wajib bagiku, dan
aku suka berganti-ganti pacar, yah bertujuan agar aku bisa membiaya ku dalam
menikmati remang-remang diskotik, hobi satu ku ini cukup menguras uang yang
cukup besar, banyak lelaki yang tertarik kepadaku karena aku bertubuh tinggi
dan cukup menarik minat meraka, banyak yang mungkin hanya tertarik dengan tubuh
ku saja, tapi hal itu tidak menjadi permasalahan buatku. "yang penting aku
bisa dugem" itulah alasanku
ketika Tini sahabatku memberi
nasihat padaku.
Pagi itu aku bertemu seorang wanita
yang sholeh, berjilbab menangis sesegukan di depan koridor rumah sakit Cipto
Mangun kusumo tempat ku praktik, Aku memandang wajahnya lekat. dan aku mencoba
menyapanya pagi itu. dan karena percaya kepadaku dia bercerita banyak tentang
dirinya, Jiwaku resah mendengar kisahnya. Dengan keraguan yang menggelayut
dalam matanya dan air mukanya yang gelisah, aku tidak yakin dia akan
menyelesaikan ceritanya,
tapi entah dorongan dari mana, dia
menuturkan juga pengalamannya yang membuat hatiku koyak.
Perempuan dengan tatapan lembut di
hadapan ku sedikit terlihat lega, sekaligus takut-takut setelah menyelesaikan
ceritanya. Mataku nanar setelah mengetahui kisah hidupnya. Kisah hidup
perempuan manis yang selalu tampak ramah dan ceria, yang berusaha keras menjaga
dirinya dari setiap jamahan pria-pria tak bertanggung jawab, yang menutup
auratnya sempurna, yang cerdas, yang aktif, yang rendah hati, yang sebelumnya
tak pernah sebersit pun kukira bahwa ada fragmen dalam hidupnya yang terkoyak
yang pernah menghancurkan jiwanya, walaupun kini ia berhasil bangkit.
"Aku sudah terjamah. Aku
benci!" Tutur wanita itu menyelesaikan kisahnya, dan dia hanya menyebutkan
namanya tika, ketika aku menanyakan siapa namanya.
Aku menimang-nimang, mulai
membandingkan kilasan cerita yang ia tuturkan dengan peristiwa yang kualami
tiga bulan yang lalu. Jika dia, perempuan berjilbab nan manis itu merasa telah
ternoda karena sebuah tangan kotor milik seorang dokter tak bertanggung jawab
di sebuah rumah sakit, maka aku adalah perempuan yang lebih hina lagi. Jika
jiwanya saja bisa begitu terguncang karena tangan kotor milik dokter itu telah
dengan seenaknya menyentuh, meremas, dan menikmati sisi kewanitaannya ketika
dia dalam keadaan tergolek lemah setengah sadar di rumah sakit, maka jenis
perempuan apakah aku ini, yang liar, menjijikan, dan tak pantas disebut
perempuan baik-baik? Jika kejadian yang menimpanya hampir lima tahun lalu, jauh
sebelum dia akhirnya memutuskan untuk mengenakan pakaian muslimah, masih saja
menggoreskan luka dalam di hatinya, maka hatiku telah hancur lebur mengingat
peristiwa manis sekaligus pahit yang kualami akhir beberapa bulan lalu lalu.
pikiran ku melayang waktu kejadian
di apartmen burhan seorang yang berstus sebagai
kekasihku "kamu mau main ketempatku" tanya burhan kala itu, seorang pria
pengusaha muda dari negeri jiran yang kukenal di diskotek di bilangan kemang,
dia berkata dia begitu menyukai aku atau mungkin hanya menyukai tubuhku.
"Kamu dokterkan" tanya burhan kepadaku. "Betul aku seorang
dokter" jawabku. "Berarti kamu tahu bagaimana agar kamu tidak hamil
kan denty" ucap burhan yang begitu menggetarkan aku.
"Mas aku bukan pelacur
mas" ucap ku kepada burhan kala itu, "sudah lah denty, aku tidak
mengatakan kamu pelacur, kita melakukannya karena suka sama suka bukan. jadi
kamu tidak mau bertanggung jawab terhadap bayi yang ada dikandungan ku ini.
tanyaku kepada mas burhan yang saat itu menjadi kekasihku. "bajingan kamu
mas" ungkapku. dan burhan hanya tersenyum terkikik melihat sikapku dan
meninggalkanku siang itu di depan apartmenya padapertemuan keduaku.
Dan aku tersadar kembali dan
bertatap mata kepada tika wanita yang tadi menangis dihadapanku. "Jika itu
saja kau sebut sudah terjamah, lalu kau sebut apa peristiwa yang terjadi
padaku?" Kalimat itu keluar begitu saja tanpa kusadari.
Sejurus dia memandangku lekat. Di
balik mata kecilnya aku melihat kejernihan dan kepolosan seorang muslimah yang
baik hati. Apakah aku sanggup menceritakan kepahitan ini? Sedang riak wajah
gadis dihadapanku menyiratkan keingin-tahuan dan tanda kesiapan mendengar
setragis apapun kisah yang akan kuceritakan.
Lalu, tanpa bisa dibendung lagi,
seolah air bah yang mengalir deras karena bendungan tak lagi mampu menahan
tekanannya, kalimat-kalimat jujur tentang segala kegundahan hatiku, tentang
merananya aku, tentang kekecewaan, tentang hinaan dan deraan yang lama
kupendam, kusimpan dan kusembunyikan dibalik senyuman yang kupaksakan, akhirnya
meluncur deras tanpa bisa lagi kutahan dan kusembunyikan. aku menangis
mendengar kisahnya yang sungguh menyayat hatiku
Waktu itu Hanya sebuah perkenalan
biasa yang akhirnya membawa petaka. Sebuah kesenangan yang berakhir duka. Seorang
pria mempesona yang menyeretku pada siksa. Dia begitu tampan, bersahaja, dan
menyenangkan. Kedalaman matanya membiusku, tutur katanya menggetarkanku, setiap
sentuhannya membakarku. Malam itu setelah seharian menemaninya berkeliling
kota, tanpa kami
masing-masing sadari, kami telah
berada di sebuah ruangan di apartmennya, hanya berdua, saling tertarik, saling
menginginkan, dan aku terlena, melupakan semua perkara dan fakta bahwa pria
yang melenakan ini adalah pria yang baru kukenal, pria yang esok atau lusa akan
meninggalkanku kembali ke negaranya. Dan benar saja, setelah malam itu, aku tak
pernah mendengarkabarnya lagi.
Aku menutup wajahku malu. Perempuan
dihadapanku tak bergerak, terpaku saja mendengar kisahku. Sedetik kemudian aku
merasakan sebuah rangkulan hangat. "Menangislah." Katanya lembut, dan
aku menangis sejadi-jadinya. Menyesali kebodohanku, meratapi nasibku, menangisi
mahkotaku yang hilang sebelum semuanya halal. Aku bukan lagi wanita suci, aku
bukan lagi gadis berbudi, aku tak ada bedanya dengan sampah.
"Kita perempuan adalah objek
yang sangat mudah mengalami pelecehan baik kita sadari maupun tidak."
Perempuan itu berkata lembut, "jika kita tidak menjaga diri baik-baik,
semua akan berakhir fatal," Kata-katanya menghujam, "apa yang
menimpamu adalah sebuah kesalahan dan dosa, untuk menebusnya kau harus kembali
pada-Nya dan bertaubat."Ea
"Tapi, aku hina," ucapku
seakan meyakinkan diriku sendiri.
"Pintu maaf Allah begitu luas
terbentang terbuka. Dan yakinlah, Allah akan memaafkanmu." ujar tika
dengan lembut kepadaku, walau dengan sedikit airmata menahan perih rasa
didadanya.
Apa iya? Aku menimang-nimang dalam
hati, tapi pandangan tajam menghujamnya
seolah menembus ke dalam mataku lalu
menancap tepat di hatiku.
"Aku temanmu, aku akan
mendukungmu, yakinlah, dunia belum runtuh, kau hanya perlu bartaubat dan tidak
mengulangi kesalahanmu." Kata-katanya masih lembut, tetapi menggetarkan
hatiku.
Mungkin aku "Neurosis"
ujarku kepada tika seorang wanita yang baru ku kenal dan menyadarkan atas
kekhilafanku. "Apa itu Neorosis" tanya tika singkat kepadaku
"kondisi psikologis yang didalamnya pola perilaku abnormal timbul sebagai
akibat dari ketidakmampuan dalam menghadapi kecemasan dengan cara-cara yang
bisa diterima secara sosial"
"Apakah kamu beragama
islam" tanya tika kepadaku
"Ya aku islam" ucapku
kepada tika.
"Tidakkah Kau merindukan
Allah" Tanya tika kepadaku
"Allah" ucapku dalam hati,
aku telah melupakanya, dia yang memberi ku kesempatan menjadi saat dokter
ditengah ke status ke yatimanku. dan hatiku menangis menyesali apa yang pernah
aku lakukan. sambil aku menunduk kepala tertegun memikirkan ucapan tika aku
berjanji dalam hati untuk menjaga diriku dari mata-mata liar dan tangan-tangan
jahil pria-pria tak bertanggungjawab, dan aku berajanji mengubah masa laluku
yang kelam kearah yang benar sesuai petunjuknya.Lalu aku merasakan sebuah
tarikan halus, aku menurut saja ketika perempuan lembut itu membimbingku ke
mushala. "Shalat taubat, yuk." Ajaknya.
Kami pun segera ke mushloa
menjalankan sholat Taubat, apa yang terjadi kepada kami. Selesai melaksanakan
sholat taubat, Tika menuntunku dalam membaca doa taubat "Ya Allah
ampunilah kesalahan kebodohan dan perbuatanku yg berlebihan dalam urusanku, dan
ampunilah kesalahanku yg KAU lebih mengetahui daripada aku, ya Allah ampunilah
aku dalam kesungguhanku kemalasanku dan kesengajaanku yg semua itu ada pada
diri ku, ya AllAh ampunilah aku atas dosa yg lalu dan yang akan Datang ,dosa yg
aku samarkan, dosa yg aku perbuat dgn terangan dan dosa yg KaU lebih mengetahui
dari pada aku, KAU lah yg mengajukan dan Kau lah yg mengakhirkan dan Kau maha
kuasa atas segala sesuatu"
Dan mulai saat itu aku mengenakan
jilbab yang menghias mukaku, serta kututup semua tubuhku dan aku akan
mengabdikan ilmu kedokteran yang aku miliki mengabdi sepenuhnya kepada
kebutuhan Ummat, Terimakasih Ibu, Terimaksih Tika, Terimakasih Allah atas semua
yang kau berikan. dan sedikit pesan untuk para sahabat perempuan, "marilah
kita menutup aurat kita, kecantikan bias terpancar dalam pakaian yang terbalut
kesopanan, Jangan Menajadi orang yang menyesal seprti diriku ini",EA
0 komentar:
Posting Komentar